HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN - 1
PENGERTIAN, STRUKTUR, DAN CONTOH HUKUM PRANATA PEMBANGUNAN
Disusun oleh:
Erika Kesumo Anggraeni
21317962
3TB01
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hukum merupakan “Peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah” atau “Undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat”.
Pranata adalah “system tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat-istiadat dan norma yang mengatur tingkah laku itu, dan seluruh perlengkapannya guna memenuhi berbagi kompleks kebutuhan manusia dalam masyarakat; institusi”.
Pembangunan adalah “proses, cara, perbuatan membangun; (infrastruktur) pembangunan prasarana”.
Hukum Pranata Pembangunan merupakan peraturan resmi yang mengikat dan mengatur suatu system dan organisasi dalam proses pembangunan prasarana infrastruktur untuk mewujudkan kesejahteraan hidup.
Pranata pembangunan bidang arsitektur merupakan interaksi/hubungan antar individu/kelompok dalam kumpulan dalam kerangka mewujudkan lingkungan binaan. Interaksi ini didasarkan hubungan kontrak. Analogi dari pemahaman tersebut dalam kegiatan yang lebih detil adalah interaksi antar pemilik/perancang/pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang/bangunan untuk memenuhi kebutuhan bermukim. Dalam kegiatannya didasarkan hubungan kontrak, dan untuk mengukur hasilnya dapat diukur melalui kriteria barang publik.
1. Legislative (MPR-DPR), pembuat produk hukum.
2. Eksekutif (Presiden-pemerintah), pelaksana perUU yang dibantu oleh kepolisian (POLRI) selaku institusi yang berwenang melakukan penyelidikan; JAKSA yang melakukan penuntutan.
3. Yudikatif (MA-MK) sebagai lembaga penegak keadilan
4. Mahkamah Agung (MA) beserta Pengadilan Tinggi (PT) & Pengadilan Negeri (PN) se-Indonesia mengadili perkara yang kasuistik.
5. Mahkamah Konstitusi (MK) mengadili perkara peraturan Per UUan
6. Lawyer, pihak yang mewakili klien untuk berperkara di pengadilan, dsb.
2. Eksekutif (Presiden-pemerintah), pelaksana perUU yang dibantu oleh kepolisian (POLRI) selaku institusi yang berwenang melakukan penyelidikan; JAKSA yang melakukan penuntutan.
3. Yudikatif (MA-MK) sebagai lembaga penegak keadilan
4. Mahkamah Agung (MA) beserta Pengadilan Tinggi (PT) & Pengadilan Negeri (PN) se-Indonesia mengadili perkara yang kasuistik.
5. Mahkamah Konstitusi (MK) mengadili perkara peraturan Per UUan
6. Lawyer, pihak yang mewakili klien untuk berperkara di pengadilan, dsb.
III. CONTOH/STUDI KASUS
Menurut Wikipedia, Izin Mendirikan Bangunan atau biasa dikenal dengan IMB adalah perizinan yang diberikan oleh Kepala Daerah kepada pemilik bangunan untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku. IMB merupakan salah satu produk hukum untuk mewujudkan tatanan tertentu sehingga tercipta ketertiban, keamanan, keselamatan, kenyamanan, sekaligus kepastian hukum. Kewajiban setiap orang atau badan yang akan mendirikan bangunan untuk memiliki Izin Mendirikan Bangunan diatur pada Pasal 5 ayat 1 Perda 7 Tahun 2009.
Studi kasus:
Hotel Noor berlokasi di Jalan Madura, Bandung. Sedangkan Hotel Tune berlokasi di Jalan Sumur Bandung No. 7, Bandung. Hotel Noor dan Hotel Tune telah melanggar ketentuan yang sudah diatur dalam IMB kota Bandung. Banyaknya lantai yang boleh dibangun hanyalah sebanyak 4 lantai, sedangkan yang terjadi pada praktiknya, kedua hotel tersebut membangun lebih dari yang seharusnya, dimana Hotel Noor membangun setinggi 5 lantai dan Hotel Tune membangun setinggi 6 lantai.
Sesuai dengan PP RI No. 36 Tahun 2005 BAB IV Pasal 91 yang berisi “Untuk bangunan gedung yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, pemerintah daerah menetapkan bangunan gedung tersebut untuk dibongkar dengan surat penetapan pembongkaran”.
Dan pada PP RI No. 36 Tahun 2005 BAB VII Pasal 113 ayat (1) berisi “pemilik dan/atau pengguna yang melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah ini dikenakan sanksi administrative, berupa:
1. Peringatan tertulis
2. Pembatasan kegiatan pembangunan
3. Penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan
4. Penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung
5. Pembekuan izin mendirikan bangunan gedung
6. Pencabutan izin mendirikan bangunan gedung
7. Pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung
8. Pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung
9. Perintah pembongkaram bangunan gedung
- https://alfinurahmawati.wordpress.com/2015/09/30/hukum-pranata-pembangunan/
- https://www.slideshare.net/RizkiKamaratih1/bab-2-kajian-teori-hukum-pranata-pembangunan-80433303
- https://www.slideshare.net/RizukiKmrth/bab-3-contoh-kasus
Komentar
Posting Komentar